top of page

KRISIS RUANG PUBLIK DI BALIK GEMERLAP PEMBANGUNAN UNJ

SIGMA TV UNJ – Ruang Publik merupakan tempat bagi masyarakat untuk berkumpul demi memenuhi kebutuhannya tanpa perlu mengeluarkan biaya apapun. Dalam lingkungan kampus, ruang publik dibutuhkan mahasiswa dan civitas akademika lainnya untuk berkumpul, berdiskusi, dan melakukan kegiatan lainnya demi menopang pembelajaran baik dalam aspek akademik maupun sosial.


Selain itu, ruang publik juga bagian dari fasilitas kampus, yang berarti ruang publik merupakan hak bagi setiap mahasiswa untuk dapat digunakan dalam keadaan yang layak dan didukung suasana yang kondusif. Namun, apakah hal tersebut sudah dapat kita rasakan di dalam kampus kita?


Realitas Pembelajaran Hybrid di Tengah Pembangunan Kampus


Pandemi Covid-19 yang mulai menurun membuat beberapa kampus mengembalikan kegiatan pembelajaran yang sebelumnya daring menjadi luring. Hal yang sama juga terjadi di Universitas Negeri Jakarta. Pertengahan tahun 2022 UNJ mantap memberlakukan sistem hybrid kepada para mahasiswa. Pemberlakuan sistem hybrid menciptakan peningkatan jumlah mahasiswa yang berada di kampus. Sayangnya, peningkatan jumlah mahasiswa di kampus tidak didukung secara maksimal akibat adanya sejumlah pembangunan di beberapa Gedung Fakultas. Akibatnya, banyak mahasiswa yang merasa kesulitan untuk mendapatkan tempat berkumpul yang nyaman dan kondusif di tengah suasana bising pembangunan.


Tim redaksi SIGMA TV UNJ sempat melakukan survey melalui google form dan menghimpun sejumlah keresahan mahasiswa akan minimnya ketersediaan ruang publik. Dari 42 responden yang menyampaikan keresahannya tentang minimnya ruang berkumpul publik di UNJ, kami mengutip salah satu pendapat responden yang menyayangkan kondisi lingkungan kampus yang padat dan cenderung tidak kondusif. "Berisik. Padat. Apalagi kantin depan Gedung G. Terus tempat kondusif untuk belajar sangat terbatas," ujar salah satu mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi yang kerap disapa Wafa.


Selain itu, mahasiswa juga memiliki keresahan akan minimnya tempat berkumpul karena adanya pembangunan. "Banget, cari tempat tuh susah banget. Ada sih enak yaitu tabi, cuma kan kalau siang panas banget ya enaknya pas sore aja tapi itu juga udah gak ada kelas. Kenapa pembangunan UNJ baru dilaksanakan tahun ini, kenapa gak tahun kemarin gitu kan masih full online. Giliran udah hybrid baru dibangun, bikin mahasiswa repot. Semoga cepet selesai deh itu pembangunan mana berisik banget kalau lewatin," tutur Amel, salah satu mahasiswa prodi Bahasa Arab


Saat ini UNJ sedang berada dalam tahap pembangunan gedung-gedung yang mengalami demolisasi. Seperti Gedung R Fakultas Ekonomi, Gedung H Fakultas Bahasa dan Seni, serta Masjid Alumni. Tempat-tempat yang biasanya menjadi titik berkumpul mahasiswa sambil menunggu jam perkuliahan kini berkurang. Pembangunan yang dilakukan UNJ dirasa tidak memaksimalkan proses normalisasi pengembalian pembelajaran luring saat ini.


Di kala pendengaran tidak nyaman akibat hiruk pikuk suara alat berat, kebijakan yang dibuat birokrat kampus juga seakan membiarkan kesan kampus rapih luput dari lingkungan UNJ. Keterbatasan lahan diperparah dengan banyaknya mobil yang diparkir di dalam lingkungan kampus. Trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki, malih rupa menjadi parkiran umum masyarakat yang bukan bagian dari civitas akademika UNJ.


Universitas Negeri Jakarta seperti merenggut kenyamanan mahasiswa dalam menggunakan ruang publik sebagai risiko dari pembangunan yang sedang dijalankan. Ruang berkumpul yang kian sempit, mobil-mobil yang mengisi ruas jalan, dan suara alat-alat berat menjadi pemandangan yang lazim di UNJ beberapa waktu belakangan ini.


Pindah Lahan: Pengurai Benang Kusut Krisis Ruang Publik UNJ?


Salah satu dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, membenarkan adanya krisis ruang publik ini. Menurutnya, wilayah Kampus A UNJ yang tidak terlalu luas dan tidak sebanding dengan jumlah masyarakat kampus yang ada menjadi salah satu alasan adanya krisis pembangunan ruang publik di UNJ.


Dalam wawancara dengan Tim SIGMA TV, Rakhmat berpendapat bahwa pembangunan tower-tower di UNJ dirasa kurang tepat karena tidak menyelesaikan solusi krisis ruang publik di UNJ. Rakhmat juga menyinggung tentang lahan-lahan yang dimiliki UNJ di beberapa wilayah.


Sebut saja salah satunya lahan seluas 80,2 ha di bilangan Cikarang. Sejauh ini kabar pembangunan di lahan kosong tersebut masih simpang siur. Menurutnya, memanfaatkan lahan tersebut untuk memindahkan sebagian dari Kampus A merupakan solusi dari krisis ruang publik yang dapat dilakukan walaupun memerlukan jangka waktu yang lama."Jika melihat solusi yang paling radikal, kenapa tidak memanfaatkan lahan di Cikarang untuk pindah?" ujarnya.


Rakhmat melanjutkan, menurutnya kampus yang sehat secara sosial bukanlah kampus yang hanya dipenuhi oleh tower-tower tinggi, namun juga harus menyediakan ruang berkumpul publik yang dapat menjadi tempat bagi civitas akademika untuk bersosialisasi dan saling berinteraksi. Seharusnya, sudah menjadi kewajiban bagi birokrat kampus untuk memperhatikan kelayakan dan ketersediaan ruang publik mengingat betapa penting prasarana tersebut dalam menunjang aspek akademik dan sosial civitas akademika UNJ. SIGMA TV/Sasha Andini


Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page