top of page

REKAM JEJAK REKTOR UNJ DALAM 15 TAHUN, SEPERTI APA?


SIGMA TV UNJ — Rabu (17/07/24) mendatang akan dilaksanakan pemilihan rektor periode 2023-2027. Sebelum diadakan pemilihan rektor, tahukah kalian bahwa dalam 15 tahun terakhir Universitas Negeri Jakarta (UNJ) telah dipimpin oleh 4 rektor yang berbeda? Pastinya banyak perubahan yang terjadi baik dari sisi akademik maupun non akademik, perubahan tersebut adalah hasil dari implementasi kebijakan yang berbeda dari masing-masing pemimpin yang tentunya berdampak pada dinamika kehidupan kampus. Berikut ini beberapa rekam jejak rektor UNJ yang kami rangkum dalam 15 tahun terakhir.


Prof Dr. Bedjo Suyanto ( 2010-2014 )

Menjabat sebagai rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 2010 sampai tahun 2014. Beliau mengimplementasikan program-program kuliah yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Salah satu caranya yaitu melakukan kerjasama dengan University Of Sydney, Australia dan juga mengirim beberapa dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) untuk belajar disana. Pada saat itu juga Prof Dr. Bedjo Suyanto Berdasarkan SK Dikti: No. 4289/D/T/2008, mengganti program studi Psikologi Pendidikan menjadi program studi Psikologi yang menghasilkan lulusan dengan gelar S.Psi. (Sarjana Psikologi).

Reza Indrawan selaku ketua BEM tahun 2014 yang bertepatan dengan menjabatnya Prof Dr. Bedjo Suyanto sebagai rektor menyebutkan bahwa beliau memberikan ruang gerak yang cukup untuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dalam melakukan berbagai program kerja serta kegiatan-kegiatan yang ada di kampus sangat didukung dan tidak ada pengekangan. Namun, saat itu terdapat kebijakan yang menjadi kontroversi di kalangan mahasiswa pada yaitu adanya kenaikan jumlah Uang Kuliah Tunggal (UKT) . “Kebijakan yang paling berpengaruh, waktu itu ada kebijakan perubahan sistem pembayaran jadi diterapkannya UKT, setelah itu mengalami penaikan yang signifikan dari SPP mahasiswa baru,” ucap Reza Indrawan.


Prof. Dr. H. Djaali, M.A ( 2014-2017 )

Setelah lengsernya Prof. Dr Bedjo Suyanto, terpilihlah Prof. Dr. H. Djaali, M.A., sebagai rektor Universitas Negeri Jakarta. Beliau menjabat dari tahun 2014 hingga 2017 dan membawa beberapa perubahan positif saat ia menjabat. Mei 2015 silam menjadi salah satu langkah UNJ dalam meningkatkan mutu universitas yaitu dengan meluncurkan jurnal internasional berjudul "Indonesian Journal of Education Review”. Pada pertengahan tahun 2015, kabar menggembirakan datang dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dengan dikeluarkannya SK BAN PT No 763/SK/BAN-PT/AKRED/PT/VII/2015. Berdasarkan SK tersebut Universitas Negeri Jakarta dinyatakan terakreditasi A. Hal tersebut merupakan prestasi yang membanggakan bagi Universitas Negeri Jakarta. Mengingat di Indonesia hanya ada 26 universitas yang memiliki akreditasi A pada saat itu.

Ronny Setiawan selaku Ketua BEM UNJ periode 2015-2017 memberi keterangan bahwa pada masa kepemimpinan Prof. Dr. H. Djaali, UNJ lebih berfokus pada bidang infrastruktur dengan menggalakkan pembangunan gedung-gedung baru di kampus A. Meski demikian, dinamika politik kampus UNJ dinilai anti kritik oleh mahasiswa pada masa itu. Hal itu dibuktikan dengan peristiwa dipecatnya Ketua BEM UNJ Ronny Setiawan dari status mahasiswanya Dalam Surat Keputusan No. 01/SP/2016 yang ditandatangani langsung oleh Prof. Dr. H. Djaali karena dianggap melanggar UU ITE. “Saya ditelfon oleh salah seorang anggota DPR untuk kemudian menempuh jalur rekonsiliasi ya berdamai dengan rektor dan seterusnya, saya bilang ya saya mau berdamai asalkan rektor kembali kepada jalurnya,” ucap Roni Setiawan. Kasus tersebut sempat membuat heboh media massa hingga akhirnya berujung pada pencabutan SK setelah adanya dialog yang dimediasi oleh Ikatan Alumni UNJ dan akhirnya kasus ini berujung damai.

Mengutip dari laman Tempo.co, terhitung sejak Senin, 25 September 2017 Inspektur Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Jamal Wiwoho mengatakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir telah resmi membebastugaskan sementara Prof. Dr. Djaali dari jabatan Rektor UNJ karena tuduhan mengenai manipulasi nomor induk, absensi, dan waktu kuliah yang relatif lebih cepat, hingga plagiarisme tugas akhir dalam program doktoral. Prof. Djaali akhirnya digantikan oleh Prof. Dr. Intan Ahmad, Ph.D sebagai Pejabat Pelaksana Harian Rektor UNJ.


Prof. Intan Ahmad, Ph.D ( 2017-2019 )

Setelah dibebastugaskannya Prof. Djaali, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memberi dua tugas kepada PLH (Pelaksana Harian) Rektor UNJ, Prof. Intan Ahmad. Pertama, menyelesaikan Program S3 Pascasarjana (agar segala sesuatunya sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi) dan permasalahan-permasalahan lainnya yang ada dilingkungan UNJ. Kedua, mengawal dan mendampingi pemilihan Rektor UNJ.

Selasa, 26 September 2017 merupakan awal kedatangannya sebagai PLH Rektor UNJ, Prof. Intan Ahmad. Beliau langsung menggelar pertemuan dengan para Wakil Rektor dan para Dekan dilingkungan UNJ. Kedatangan keduanya ke UNJ pada Kamis, 28 September 2017, Prof. Intan Ahmad disambut ratusan mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasinya. Prof. Intan Ahmad menerima audiensi dari BEM UNJ dan perwakilan mahasiswa UNJ yang menyampaikan aspirasi dengan memberikan dokumen berisi harapan dan tuntutan mahasiswa demi perbaikan UNJ.


Prof. Dr. Komarudin, M.Si. ( 2019-2023 )

Menjabat sebagai Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada periode 2019-2023. Prof. Komarudin menerapkan beberapa kebijakan yang berpengaruh dalam bidang akademik kampus selama masa kepemimpinannya, di antaranya dengan menggalakkan program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) dan SIMPRESMAWA bagi mahasiswa. Beliau merupakan mahasiswa S1 jurusan Geografi FIS UNJ. Prof. Dr. Komarudin, M.Si, ditetapkan sebagai Guru Besar UNJ terhitung mulai 1 September 2020. Namun karena kondisi Pandemi Covid-19, proses pengukuhan Guru Besar Tetap UNJ Prof. Dr. Komarudin, M.Si ditunda dan baru dilaksanakan pada tahun ini bersamaan dengan rangkaian Dies Natalis ke-57 Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada tahun 2022, timbul isu SPU yang bermula dengan tidak ditemukannya pilihan nol rupiah pada 5 prodi yakni: Manajemen, Ilmu Komunikasi, Psikologi, Akuntansi, dan Sastra Inggris. Kebijakan tersebut dianggap sebagai kerancuan mengingat definisi SPU adalah sumbangan yang sifatnya tidak wajib. Hal ini memantik mahasiswa untuk melakukan audiensi terhadap pihak rektorat. Namun, isu tersebut tidak menemukan jalan keluar.


Setiap rektor yang memimpin Universitas Negeri Jakarta memiliki program dan kebijakan yang berbeda-beda dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai pemimpin akademik, mereka berperan dalam mengimplementasikan visi, mempromosikan inovasi, dan membawa perubahan positif bagi Universitas Negeri Jakarta. Meski demikian, UNJ masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Seperti kelayakan fasilitas kampus, uang kuliah, serta pengikutsertaan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan kampus. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, dibutuhkan peran seluruh Civitas Academica UNJ dalam mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang ada untuk mewujudkan UNJ yang lebih baik kedepannya.


SIGMA TV/Farhan Laksono


240 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page